Bapak

by - 8.8.21

Sebulan telah berlalu. Masih teringat jelas ketika hari itu ponselku berdering sekitar pukul 4 pagi. Sebuah panggilan masuk dari nomor adik laki-lakiku. Keningku mengernyit, tidak biasanya dia menghubungiku sepagi ini. Perasaanku sedikit tidak enak. Setelah kuucapkan salam dengan kondisi setengah sadar, terdengar suara seorang perempuan di seberang, rupanya suara istri bapak. Telepon sempat terputus karena gangguan sinyal dan setelah terhubung kembali, kalimat pertama yang kudengar adalah,

"Ndo, bapak ninggal." ucapnya lirih, diikuti suara tangis yang tak mampu ditahan. Aku terdiam sesaat, berusaha mencerna apa yang baru saja kudengar.
 
Bapak masuk rumah sakit sejak hari Senin dan meninggal hari Jumat di pekan yang sama, tanggal 9 Juli 2021. Beberapa tahun belakangan bapak memang sering keluar masuk rumah sakit karena penyakit lambungnya sudah parah, ditambah dengan sakit jantung mulai awal tahun ini. Aku bertanya kenapa aku tidak dikabari kalau bapak sakit, rupanya bapak yang melarang istrinya untuk memberitahuku agar aku tidak khawatir. Tanpa bapak tahu, saat itu aku juga sedang isolasi mandiri karena positif covid. 
 
Kata-kata yang keluar dari mulutku setelahnya hanyalah rentetan kalimat yang selayaknya diucapkan orang yang baru saja mendengar berita duka, menyemangati istri bapak agar tetap kuat. Aku tidak menangis, setidaknya tidak saat berkomunikasi dengan istri bapak. Otakku butuh waktu sedikit lebih lama untuk bisa memproses semuanya.
 
Seperti mendapat firasat, terbersit keinginan untuk menanyakan kabar bapak lewat adikku pada malam sebelum bapak meninggal, tetapi aku urung. Selalu seperti itu. Niat menelepon bapak selalu kuurungkan dengan berbagai alasan untuk menutupi rasa tidak nyaman yang sulit dijelaskan.

Sekedar cerita, dulu aku pernah ikut sebuah komunitas di Tumblr dan ada proyek menulis deskripsi singkat tentang sosok ayah dalam satu kalimat. Meski sempat bingung, tidak butuh waktu lama bagiku untuk menemukan kata-kata yang mewakili perasaanku,

Ayah
(n.) sebutan yang familiar untuk sosok yang asing.

Aku juga pernah bertekad untuk menemui bapak sebelum menginjak usia 20 tahun. Aku ingin lebih mengenal bapak, ingin punya penilaian yang utuh dan tidak bias tentang bapak. Tapi ternyata tidak semua hal dapat berjalan sesuai rencana. Aku memang menemui bapak, tetapi kata-kata yang kupersiapkan dari rumah tidak bisa serta merta kusampaikan, rasanya seperti tertahan di tenggorokan. Dan bertahun-tahun setelahnya, penilaianku terhadap bapak tetap sama, tetap bias.

Karena penilaian yang bias itu, aku seringkali berperasangka buruk kepada bapak. Padahal terlepas dari perpisahan bapak dan mamah, aku yakin bapak tulus menyayangiku. Sejujurnya akupun sudah menerima perpisahan itu sejak lama. Aku paham bahwa bapak dan mamah bukan orang yang tepat untuk satu sama lain. Hanya saja, karena tidak tinggal bersama, kesempatan untuk bonding menjadi sangat terbatas. Aku merasa seperti ada jarak tak kasat mata antara aku dan bapak. Aku tahu, selama ini bapak sudah berusaha memperpendek jarak itu dan sejujurnya, aku bisa merasakan betapa bapak menyayangi dan merindukanku, sesuatu yang seringkali kusangkal.

seven years old me, sitting on daddy's lap.

Teringat kembali kata-kata di novel salah satu penulis favoritku, 

"Just because someone doesn't love you the way you want him to, doesn't mean he doesn't love you with everything he has. Learned that the hard way."

Yeah, i learned it the very hard way.

Terima kasih bapak sudah meninggalkan hal-hal baik untuk dikenang. Meski saya tidak sempat mengenal bapak secara utuh, tapi saya bersyukur keluarga dan orang-orang di sekitar bapak semuanya memberikan testimoni yang baik tentang bapak dan ada banyak sekali orang yang tresna sama bapak. 

Seharusnya itu cukup. 

Terakhir, meskipun sudah sebulan berlalu, izinkan saya meminta doa untuk bapak rahimahullah. Semoga Allah mengampuni dosa-dosa beliau, menerima amal ibadah beliau, menjauhkan beliau dari fitnah dan azab kubur dan semoga beliau mendapatkan husnul khotimah serta mempertemukan kami kembali di jannah-Nya. Aamiin ya mujibassaailiin.


▪︎▪︎▪︎


A/N:
Tulisan ini dimuat demi kelegaan hati dan pikiran sekaligus pengingat bagi diri saya sendiri. Meski ini adalah curhatan yang sifatnya pribadi, semoga ada pelajaran yang bisa diambil dari tulisan ini, terutama untuk teman-teman yang barangkali sedang tidak baik-baik saja dengan orangtuanya.



You May Also Like

0 comments